11 April 1950, Dompu Bergabung Dengan Republik Indonesia.


Sultan Dompu Terakhir M. Tadjul Arifin (duduk) (foto 09-08-1953)

Sultan M. Tajul Arifin Sirajuddin (duduk), Sultan Terakhir Dompu (1947-1950).

Kambali Dompu Mantoi – Setelah Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Belanda yang kembali datang dengan dibonceng oleh NICA mencari berbagai cara agar opini dunia berpihak pada mereka. Belanda ingin mengesankan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 1945 tidaklah syah karena tidak didukung oleh seluruh bangsa Indonesia. Maka bangsa Indonesia harus dipecah menjadi berbagai Negara.

H.J. Van Mook, penguasa tertinggi Kerajaan Belanda di Indonesia berupaya membentuk beberapa Negara lain di luar RI. Pada tanggal 6 Desember 1946, Van Mook mengadakan sebuah Konferensi di Denpasar Bali yang dihadiri oleh wakil dari kerajaan-kerajaan di Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sulawesi, dan Maluku. Seluruh kerajaan dan kesultanan di wilayah tersebut telah jatuh ke dalam kekuasaan Belanda dan NICA. Maka berdirilah Negara Indonesia Timur (NIT).

Sebagai Negara boneka, NIT dikendalikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Raja atau sultan  tidak lain hanyalah bidak catur yang siap dimainkan oleh penjajah itu. Sayangnya strategi Van Mook ini tidaklah berhasil mengembalikan kekuasaan Belanda atas Nusantara, namun justeru semakin menyudutkan Belanda. Pada tahun 1949, pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) RI, NIT, Negara Kalimantan Barat, Negara Sumatera Timur, dll akhirnya sepakat untuk bersatu dalam sebuah Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berpusat di Jakarta.

Hal yang cukup menarik adalah, belum genap setahun terbentuknya RIS, 3 kesultanan di P. Sumbawa yang pada awalnya merupakan bagian dari NIT akhirnya memutuskan untuk keluar dari NIT dan bergabung dengan Republik Indonesia. Mungkin saja mereka sudah menyadari bahwa NIT hanyalah alat politik Van Mook yang gagal total.

Dewan Raja-raja Federasi Pulau Sumbawa yakni Sultan Bima, Sultan Sumbawa, dan Sultan Dompu pada tanggal 11 April 1950 mengadakan pertemuan di Kesultanan Dompu serta mengeluarkan pernyataan bersama melepaskan diri dari Negara Indonesia Timur dan menggabungkan diri dengan Republik Indonesia di Yogyakarta (Tajib, Sejarah Bima Dana Mbojo; 390). Pernyataan bersama itu ditandatangani oleh masing-masing sultan Sumbawa, Dompu, dan Bima. Saat itu Kesultanan Dompu dipimpin oleh Sultan M. Tajul Arifin Sirajuddin. Adapun Bima dipimpin oleh Sultan M. Salahuddin. Sedangkan jabatan sultan Sumbawa dijabat oleh Sultan Kaharuddin yang merupakan menantu dari Sultan M. Salahuddin sultan Bima.

Surat Pernyataan Bersama itu disampaikan secara langsung oleh ketiga sultan tersebut kepada Presiden RIS di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1950. Selanjutnya, mereka juga menyampaikan secara langsung Surat Pernyataan Bersama tersebut kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Mr. Asaat di Yogyakarta. Selain itu, ketiga sultan dari Pulau Sumbawa juga menemui Perdana Menteri RI DR. Halim dan Menteri Penerangan Wiwoho. Mereka juga mengunjungi Keraton Yogyakarta dan diterima oleh Paku Alam VIII. []

Uma Seo

kambalidompumantoi bann

Tentang kambalidompumantoi

B Aja
Pos ini dipublikasikan di Sejarah Dompu dan tag , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar